Jumat, 18 April 2008

PAUD

Polling dan Permainan Statistik•
Oleh :Joko Subando, S.Si
ARTIKEL
• Polling dan permainan statistik
• Polling dan kepercayaan masyarakat
Abstraksi
Polling merupakan fenomena menarik akhir-akhir ini, selain mampu mengungkapkan permasalahan aktual yang relatif cepat dan akurat, publikasinya pun juga cukup genjar lewat koran, majalah, teleivisi maupun website-website internet. Namun, keakuratan polling dalam mengukur pendapat umum di kikis oleh sebagian lembaga yang tidak menerapkan metodologi polling secara standar. Mereka menyelenggarakan polling dengan mengambil responden secara "asal-asalan", lalu hasilnya dipublikasikan secara bombastis. Dengan melihat fenomena seperti itu, bagaimanakah cara mencermati polling yang baik? Menanyakan keabsahan sampel sebagai responden, teknik pengambilan sampel, metode wawancara dan bentuk pertanyaan polling merupakan langkah awal agar tidak terjebak oleh maraknya polling yang kadang kala itu adalah polling palsu. Sampel yang baik adalah sampel yang merepresentasikan populasi, sampel dipilih oleh peneliti bukan memilih dirinya sebagai responden seperti kebanyakan polling-polling di televisi saat ini. Metode wawancara yang akurat adalah dengan wawancara langsung yang dilakukan di seluruh propinsi bila permasalahan yang diangkat adalah permasalahan nasional. Dan bentuk pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang jelas dan tidak membias. Sementara itu mengetahui siapa sponsor pooling, akan membantu dalam memahami temuan polling sebab dapat dimungkinkan penyelenggara merekayasa hasil polling.
Kata kunci ; polling, sampel, populasi, metodologi polling
A. PENDAHULUAN
Mengetahui pendapat umum yang berkembang di tengah masyarakat baik itu berupa sikap masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, dukungan masyarakat terhadap partai atau calon presiden,, pendapat masyarakat terhadap produk barang tertentu, merupakan hal penting bagi pemerintah, partai politik maupun instansi swasta.
Pemerintah butuh legalitas dan dukungan dari masyarakat, sehingga mengetahui seberapa besar dukungan atau penolakan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah merupakan hal yang patut diketahui. Bagi partai politik pendapat yang berkembang di tengah masyarakat merupakan senjata utama untuk mengoreksi pemerintah dan menaikkan nilai tawar partai. Seberapa besar dukungan masyarakat terhadap langkah partai merupakan hal yang seharusnya diketahui. Demikian juga bagi sebuah perusahaan, masyarakat adalah konsumennya maka mengetahu apa yang menjadi pemikiran dan perasaan masyarakat terhadap produknya menjadi hal yang penting agar apa yang diproduksi dan diluncurkan ke tengah masyarakat direspon dan diterima dengan baik.
Pendapat umum dapat ketahui melalui, diskusi, pemilu, atau lewat polling. Dan saat ini, polling mulai marak diberbagai media, baik di media massa seperti koran, majalah atau media elektronik seperti radio, televisi maupun internet. Polling menjadi fenomena yang menarik karena mampu menyajikan pendapat umum dalam waktu yang relatif singkat dan mampu menerobos ruang-ruang privat serta memberikan rasa aman bagi orang yang menyampaikan pendapatnya.
Banyak lembaga yang menyelenggarakan polling, baik polling di bidang ekonomi, politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Di Amerika Serikat Gallup dikenal sebagai lembaga polling yang cukup kredible, lembaga tersebut telah melakukan polling pemilihan presiden sejak tahun 1936. Dari 18 kali pemilihan presiden hanya sekali memberikan prediksi yang salah, yaitu ketika pemilihan presiden tahun 1948.
Saat itu calon Presiden ada empat, Deway, Truman, Thurmon, dan Wallace, menurut polling yang diselenggarakan Gallup dukungan terhadap Dewey 49,9%, Truman 44,8%, Thurmon 2,0% dan Wallace 4,0 %. Dengan demikian menurut polling lembaga tersebut yang menjadi Presiden AS periode 1948-1952 adalah Deway karena perolehan dukungannya terbesar. Namun ternyata dari hasil pemilu menunjukkan bahwa perolehan suara Deway hanya 45,1%, sedangkan Truman 49,5%, Thurmom 2,4%, Wallace 2,4%. Dengan demikian yang berhak menduduki gedung putih saat itu adalah Truman. Inilah kesalahan tunggal Gallup selama melakukan polling, sementara itu dari 17 kali pemilu yang lain lembaga ini mampu memprediksikannya dengan baik.
Di dalam negeri sendiri lembaga-lembaga Polling juga banyak seperti Lembaga Penelitian Pendidikan dan penerangan Ekonomi-Sosial (LP3ES), Lembaga Survey Indonesia (LSI) , Soegeng Sarjadi Sindicate (SSS) dan lain sebagainya. Lembaga-lembaga di atas akhir-akhir ini sering terdengar karena cukup intens dalam melakukan polling calon presiden, bahkan LP3ES dan NDI (National Democratic Institue) sempat membuat terobosan hebat dalam penghitungan suara pada pemilu putaran pertama 5 Juli lalu yakni Quick Caunt.
Di sisi lain, semakin membludaknya pemilik Hand Phone (HP) dan telepon, semakin menambah meriahnya polling-polling yang diselenggarakan oleh beberapa stasiun televisi. SCTV, TV7 dan Metro TV hampir setiap hari menggelar dan menayangkan hasil polling. Masyarakat dapat mengirim sms untuk mendukung calon presiden pilihannya. Namun, apa yang ditayangkan di media tersebut justru membingungkan masyarakat. Masyarakat menjadi bertanya-tanya apakah temuan polling itu dapat dipercaya atau tidak? Sebab hasil polling antara stasiun TV satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Di TPI samapai tanggal 3 Juni 2004 jam 17.30 WIB pasangan Amin-Siswono memperoleh dukungan 44,40%, SBY-JK 32,13%, sementara itu polling di stasiun SCTV sampai hari itu juga pasangan Amin-Siswono memperoleh dukungan 42, 26%, SBY-JK 37, 34%, pasangan lain, Wiranto-Shalahudin, Mega-Hasyim dan Haz-Agum memperoleh dukungan di bawah 11 %. Di TV7 (sampai tanggal 4 Juni 2004 jam 13.00 wib) pasangan SBY-JK memperoleh dukungan 29,97 % sementara pasangan Amien-siswono 28,89%. Nah, dengan melihat fenomena diatas bagaimanakah cara mencermati temuan polling yang baik?
B. KAJIAN TEORI
Polling adalah suatu kerja pengumpulan pendapat umum dengan menggunakan teknik dan metode ilmiah. Metode yang dipakai untuk mengenali pendapat itu adalah survei yaitu suatu metode dimana obyek adalah orang atau individu dan menggunakan kuisioner sebagai alat untuk mendapatkan data/informasi.
Karakteristik utama polling adalah berkaitan dengan publikasi hasil penelitian. Pertama, waktu penyelenggaraan dan publikasi terbatas. Jawaban seseorang adalah pada saat wawancara dilakukan.dan publikasi dilakukan ketika isu masih hangat. Bila wawancara dan publikasi tidak segera dilakukan maka isu akan segera hilang dan apabila polling tetap dilakukan maka hasilnya tidak akan banyak membawa manfaat. Kedua, polling hanya menangkap fakta. Ketika muncul isu UULL(undang-undang lalu lintas) maka polling hanya menangkap apakah masyarakat setuju atau tidak. Lain dengan survey akademik yang diperlukan justru penjelasan mengapa mereka setuju atau mengapa mereka tidak setuju.
Tahap awal dari semua kegiatan polling adalah mendesain polling, polling didesain dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah dalam metode penelitian sosial yang sering disebut dengan metodologi polling.
Pertama, mengidentifikasi tujuan polling. Masalah penting adalam polling adalah merumuskan dengan tepat tujuan polling yang akan dibuat. Tujuan yang ditetapkan akan menentukan semua instrumen polling yang akan digunakan, target populasi, tipe informasi, waktu wawancara, dan metode wawancara.
Kedua, populasi dan kerangka sampel polling. Populasi polling ditentukan oleh topik dan tujuan yang akan dibuat. Misalnya kalau mau mengetahui sikap masyarakat terhadap likuidasi bank maka populasi yang relevan adalah para pemilik rekening di bank. Kalau ingin mmengetahui pendapat masyarakat terhadap pelaksanaan pemilu maka populasinya adalah para pemilih pemilu. Sampel merupakan bagian dari populasi. Sampel diambil karena melakukan penelitian terhadap semua anggota populasi adalah hal yang tidak mungkin dilakukan, bila populasinya cukup besar.
Ketiga, menentukan teknik penarikan sampel. Teknik penarikan sampel apa yang akan dipakai ditentukan sebelum polling dikerjakan. Pertimbangan yang dipakaii untuk menetukan teknik penarikan sampel diantaranya adalah ada tidaknya kerangka sampel. Apabila kerangka sampel telah tersedia dapat memutuskan memakai teknik sampel acak sederhana atau sistematis. Tetapi apabila kerangka sampel yang memuat populasi belum tersedia dapat menggunakan teknik klaster. Pertimbangan lain, sampelnya menyebar atau mengumpul. Jika menyebar, lebih efektif mengunakan sampel klaster namun jika mengumpul maka lebih tepat mengunakan sampel acak sederhana atau stratifikasi.
Keempat, menentukan tipe informasi. Dalam polling, cara untuk mengetahui pendapat/perilaku adalah dengan bertanya, data tidak dapat diperoleh dengan observasi atau partisipasi tetapi menanyakan langsung kepada responden. Dengan daftar dibuat untuk menanyakan apa yang mereka rasakan atau yang mereka pikirkan terhadap isu-isu tertentu.
Kelima, waktu wawancara. Desain polling juga harus mempertimbangkan apakah polling dibuat untuk sekali waktu (survey cross-sectional) ataukah rangkai waktu (survey longitudinal). Polling dapat dipandang sebagai pendapat yang disampaikan seseorang waktu wawancara dilakukan. Disisi lain, polling juga dapat dipandang sebagai survey longitudinal yang mengumpulkan pendapat individu dari waktu ke waktu untuk melihat perubahan perilaku, sikap atau kepercayaan masyarakat. Perbedaan utama kedua desain diatas adalah bahwa pada survey longitudinal harus menanyakan secara tepat pertanyaan yang sama setiap waktu, dan melihat perubahan yang dapat dilihat setiap waktu itu. Sementara untuk survey cross-sectional sekali bertanya kemudian dianalisis dan disimpulkan.
Keenam, menentukan metode wawancara. Metode wawancara ditentukan sebelum polling dijalankan-apakah memakai metode wawancara langsung, lewat surat atau wawancara lewat telepon. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, untuk wawancara langsung kita medapatkan informasi secara mendetail namun butuh waktu yang lama, sementara untuk wawancara lewat telepon kita dapat cepat menyelesaikan polling tapi kendalanya tidak banyak masyarakat yang memilki telepon sehingga sampelnya kurang mewakili dan kalau lewat surat, banyak surat yang tidak direspon oleh responden walaupun semua kerangka sampel disurati.
Ketujuh, Setelah semua data/informasi tersedia, langkah terakhir adalah menganalisis data. Biasanya data di analisis berdasarkan prosentase kemudian disimpulkan dan digeneralisasi ke tingkat populasi.
C. Pembahasan
Polling sebagai suatu metode pengukuran pendapat umum mempunyai keterbatasan, yakni amat tergantung kepada teknik dan metode yang dipakai. Berdasar karakternya yang sangat tergantung oleh waktu dan kemampuannya hanya menangkap fakta, maka jika melihat hasil polling harus cermat, Ada beberapa pertanyaan yang harus dilontarkan dan harus didapatkan jawabannya lebih dahulu sebelum menerima hasil poling yang ada. Beberapa pertanyaan tersebut adalah
1. Siapa yang mensponsori polling?
Dengan mengetahui siapa yang mensponsori polling, akan membantu dalam membaca temuan polling. Hal ini tidak berarti sponsor polling selalu merekayasa hasil polling, tetapi pengetahuan itu dapat menyingkap kepentingan yang mendasari diselenggarakannya polling, apa yang ingin diperoleh sponsor tersebut dengan melakukan polling-apakah hanya sekedar kepentingan akademis ataukah kepentingan ekonomi dan politik.
Contoh bagaimana sponsor mempengaruhi polling adalah polling yang pernah dilakukan gedung putih pada tahun 1972. Setelah Nixon memerintahkan penghancuran pangkalan militer Vietnam utara, juru bicara gedung putih melaporkan bahwa publik Amerika mendukung langkah Nixon, sebab pada waktu polling mereka yang tidak setuju banyak yang tidak ditabulasi dan dihitung .
2. Apakah ada tujuan khusus dari penyelengara polling?
Pertanyaan penting yang harus diberikan ketika membaca polling adalah digunakan untuk apa hasil polling tersebut. Apakah untuk kepentingan bisnis, sebagai strategi pemasaran, untuk kampanye suatu program/kebijakan, sebagai sumber berita surat kabar/majalah, untuk evaluasi program, ataukah untuk mengangkat kandidat tokoh politik.
Polling dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana kekuatan seorang kandidat di depan publik dan dapat secara akurat mengukur bagaimana persepsi lawan politik. Atau dalam bahasa yang lain polling dapat digunakan untuk menciptakan citra yang berbeda dari lawan politiknya. Hal ini menjadi faktor kemenangan Reagen atas Carter pada pemilu AS tahun 1984. Konsultan polling Reagen, sebelum kampanye membuat polling untuk menanyakan kepada pemilih apa penilaian mereka terhadap Carter. Publik berpendapat bahwa Carter, terlalu lemah atau tidak tegas dalam mengambil keputusan(diantaranya adalah berlarut-larutnya penyelesaian sandra di Iran). Karakter Carter yang lemah dimanfaatkan kubu Reagen dalam kampanye untuk menampakkan sosok Reagen yang tegas dan pemberani dalam bertindak serta mendengung-dengungkan heroisme dalam setiap kampanyenya. Inilah salah satu bukti bahwa polling mampu mengangkat kandidat tokoh politik. Mengetahui dengan baik tujuan diselenggarakan polling akan membantu memahami temuan polling sehingga tidak mudah terbuai dengan angka-angka polling.
3. Siapa populasi polling dan bagaimana kerangka sampel disusun?
Populasi diambil biasanya dihubungkan dengan tujuan atau topik. Pengetahuan tentang populasi penting, untuk menilai apakah sampel yang diambil relevan dan sesuai dengan tujuan polling. Misalnya polling dengan topik nasib buruh di Solo. Populasi yang relevan adalah buruh/pekerja di Solo. Tetapi, bila dalam polling yang diambil adalah mahasiswa Solo dan menanyakan kepada mereka bagaimana pandangannya terhadap nasib buruh saat ini, tentu saja hal ini tidak tepat. Karena tidak tepat hasilnya pun mempunyai kemungkinan tidak tepat.
Selain populasi, penting juga diketahui bagaimana kerangka sampel diambil. Dalam polling mengenai nasib buruh misalnya dari mana kerangka sampel disusun, apakah dari daftar nama yang sudah ada di departemen tenaga kerja, dafatar buruh di Jamsostek, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( SPSI), atau mendaftar satu per satu buruh yang ada di seluruh kota tersebut. Seringkali peneliti kesulitan menetukan kerangka sampel yang sempurna sehingga mereka hanya mengambil data begitu saja, andaikan dalam polling mengambil data daftar buruh/pegawai dari jamsostek atau SPSI maka harus hati-hati dalam membaca temuan polling. Bila polling berkaitan dengan gaji maka tidak dapat digeneralisasi bahwa semua pegawai mengatakan gaji tidak sesuai, karena kerangka sampel yang diambil tidak menyeluruh, sebab tidak semua buruh/pegawai terdaftar dalam Jamsostek/SPSI.
Polling-polling yang diselengarakan TV, Radio atau koran dengan mengirim sms juga tidak dapat digeneralisasi ke tingkat populasi hal ini disebabkan pemilik telepon atau hp tidak begitu banyak (10% penduduk).
Hal lain, baru saja Solopos menyelenggarakan polling berkaitan kebijakan pemerintah kota terhadap pasar- menurut anda, sejauh mana keseriusan pemerintah kota dalam mengantisipasi terjadinya kebakaran pasar? Mekanisme polling, masyarakat umum atau siapa saja boleh memberikan aspirasinya lewat sms, dengan menjawab pilihan yang ada. Hasilnya, kebijakan pemerintah kota dinilai masyarakat belum serius dalam mengantiipasi kebakaran pasar. Bila dicermati polling ini kurang pas. Sebab sampelnya diambil bukan dari orang yang pas. Mestinya sampel diambil dari orang yang tahu dan berkaitan langsung dengan pasar, misalnya pedagang-pedagang pasar klewer, pasar gedhe, pasar legi dan lain sebagainya, bukan masyarakat secara umum.
4. Bagaimana karakteristik sampel?
Dalam membaca data polling, karakteristik sampel dapat membantu untuk memahami temuan polling. Misalnya sebuah polling menempatkan tokoh A sebagai kandidat kuat Presiden Indonesia, perlu diteliti karakteristik responden polling-apakah berasal dari desa atau kota, apakah berlatar belakang pendidikan rendah atau tinggi. Sebab hasilnya bisa berbeda jika sampel yang diambil banyak yang berasal dari masyarakat berpendidikan tinggi begitu pula sebaliknya. Dan secara teoritis sampel yang berasal dari kota berbeda pandangan dengan sampel dari desa. Ini akan membantu dalam mengkritisi angka-angka polling, sehingga tidak tertipu dengan angka polling yang disajikan.
5. Sejauhmana presisi hasil polling?
Kalau teknik pengambilan sampel berhubungan dengan pertanyaan apakah data dapat digeneralisasikan kepada populasi yang lebih luas, maka presisi berhubungan dengan sejauhmana data hasil polling mendekati kebenaran dari hasil sesungguhnya. Cara paling mudah untuk mengetahui presisi adalah dengan melihat sampling error yang dipakai dalam polling.
Data mengenai sampling error penting, terutama apabila kita menafsirkan data polling dengan proporsi antara mereka yang setuju dengan yang tidak setuju relatif berimbang. Misalnya polling berkaitan dengan fatwa presiden wanita haram. Ketika ditanya setuju atau tidak setujukah anda dengan fatwa presiden wanita haram? Proporsi responden yang setuju dengan yang tidak setuju : 45% : 55%. Bila sampling error yang dipakai 5% maka agak riskan untuk menyimpulkan bahwa masyarakat tidak setuju dengan fatwa presiden wanita. Sebab presentase sesungguhnya, masyarakat yang tidak setuju adalah sebesar 50% –60 % agak berimbang dengan mereka yang menyatakan setuju yaitu 40% –50%. Inlah pentingnya presisi.
6. Sejauhmana arti penting isu terhadap orang yang diwawancarai?
Memastikan apakah responden yang diwawancarai berkata yang sebenarnyaa adalah hal yang tidak mudah. Kuisioner bukanlah mesin kejujuran yang dapat menghasilkan data yang benar-benar jujur dari responden. Yang dapat dilakukan adalah menyusun instrumen dan menciptakan suasana yang mendukung sikap kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan. Salah satu aspeknya adalah responden mengetahui isu yang ditanyakan. Melakukan wawancara kepada responden yang tidak tahu terhadap isu akan terjadi bias, sebab pada akhirnya yang didapatkan bukanlah pendapat responden tetapi kebingungan atau ketidaktahuan responden.
Ketika membaca polling, langkah sederhana untuk mengetahui hal itu adalah dengan mengamati apakah isu yang ditanyakan itu relevan bagi responden. Menanyakan isu penurunan saham terhadap masyarakat umum tentu saja tidak relevan karena banyak mereka yang tidak tahu mengenai isu tersebut. Ketidaktahuan responden terhadap isu menyebabkan hasilnya bias.
Majalah balairung UGM pernah melakukan polling mengenai pemilihan rektor. Sampel polling adalah mahasiswa UGM. Salah satu item pertanyaan adalah "Apakah anda setuju dengan mekanisme pemilihan rektor seperti sekarang ini? Hasilnya : setuju 53, 74%, tidak setuju 40,82% dan tidak tahu 3,40%. Pertanyaan lain. : apakah anda setuju apabila mahasiswa dilibatkan dalam proses pemilihan rektor?" hasilnya: setuju 93,42%, tidak setuju 5,76%. "apakah anda setuju apabila pemilihan rektor tanpa campr tangan pihak luar?",hasilnya 88,43% setuju dan tidak setuju 16,66%.
Dari hasil polling tersebut terlihat bahwa sebenarnya responden tidak tahu dengan isu yang ada. Pemilihan rektor pada waktu itu dilakukan oleh sekelompok elit yaitu guru besar kemudian hasilnya ditetapkan oleh presiden, mahasiswa tidak dilibatkan sama sekali. Berdasar polling 53,74% mahasiswa setuju dengan mekanisme tersebut. Namun, hal ini kontradiksi dengan jawaban pertanyaan kedua karena 93,42% mahasiswa menginginkan dilibatkan dalam pemilihan rektor bahkan yang lebih kontradiksi lagi dengan pertanyaan pertama adalah hasil temuan untuk jawaban pertanyaan ketiga, 88,43% setuju dalam pemilihan rektor tidak ada campur tangan pihak luar. Inilah pentingnya pemahaman isu bagi responden.
7. Bagaimana sudut pandang dan rumusan pertanyaan yang dipakai?
Hasil polling sangat mudah dipertanyakan validitasnya, karena polling umumnya menanyakan masalah yang kompleks, tetapi ditanyakan secara cepat dan sederhana. Dalam membaca polling tidak cukup terpaku pada jawaban atas pertanyaan, tetapi perlu menilai bagaimana jawaban itu diproduksi lewat sudut pandang tertentu. Misalnya isu mengenai pamswakarsa, masyarakat mungkn setuju dengan kehadiran pamswakarsa jika pertanyaan dikaitkan dengan bentuk pengamanan bagi warga masyarakat. Tetapi tingkat persejutuan itu akan berubah jika kehadiran pamswakarsa tersebut dikaitkan dengan upaya untuk menghentikan demosntrasi mahasiswa. Inilah arti sudut pandang pertanyaan dalam polling.
Rumusan pertanyaan juga membantu dalam memahami temuan polling. Tahun 1992 majalah editor pernah melakukan polling mengenai pengalaman seks pelajar di Jakarta. Polling itu mengklaim menemukan bahwa 41% remaja pernah bersetubuh (berhubungan layaknya suami istri). Mungkin akan terperanjat manakala memabca dengan data ini. Tetapi apakah sesungguhnya pertanyaan yang ditanyakan dalam polling majalah tersebut? Majalah itu menanyakan apakah pengalaman seks yang pernah anda alami? (a) menyenggol/memegang/meraba/membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenis. (b) meraba alat vital lawan jenis. (c) berciuman dengan lawan jenis (d) bersetubu dengan lawan jenis.
Hasil polling dari pertanyaan tersebut untuk responden yang mengaku menyenggol/memegang/meraba/membelai bagian tubuh yang peka milik lawan jenis sebanyak 12%, responden yang mengaku meraba alat vital lawan jenis sebanyak 4%, responden yang mengaku berciuman dengan lawan jenis sebanyak 42%, dan responden yang mengaku bersetubuh dengan lawan jenis 41%.
Betulkah 41% remaja pernah berhubungan seks? Pertanyaan polling editor ini terlalu membebani karena menganggap semua pelajar (minimal semua responden) pernah melakukan seksual. Padahal tidak semua pelajar pernah melakukan hubungan seksual. Lagi pula, dengan bentuk pertanyaan yang seperti itu tentu saja hasilnya akan mencengangkan, karena hanya itu pilihan yang diberikan kepada responden. Responden tidak punya alternatif pilihan lain. Sehingga distribusinya akan mengerucut ke satu atau beberapa pilihan yang ada. Distribusi jawaban itu akan lain jika pertanyaannya, "apakah anda pernah mempunyai pengalaman seks dengan lawan jenis? Ya-tidak. Jika ya, pengalaman seks apa yang pernah anda alami? Dengan pertanyaan seperti ini kemungkinan distribusi jawaban akan berubah. Dari sini dpat dilihat bahwa temuan polling sangat tergantung bagaimana pertanyaan itu disampaikan kepada responden.
8. Bagaimana pengumpulan data dilakukan dan kapan wawancara diselengarakan?
Kita perlu mempertanyakan metode apa yang dipakai dalam wawancara, apakah polling dilakukan lewat surat, telepon ataukah wawancara langsung kepada responden. Polling yang baik bukan memakai seluruh metode tetapi memilih metode yang sesuai dengan tujuan polling. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
Berkaitan dengan polling lewat telepon atau sms di TV atau Radio Yanti Sugarda dari Polling Center mengatakan hal itu adalah polling palsu, sebab pengambilan sampel tidak menggunakan prinsip probabilitas. Senada dengan Yanti Sugarda, Direktur National Opinion Research Center (NORC) mengatakan "polling jenis ini tidak mempunyai nilai apa-apa kecuali sekedar memenuhi rasa ingin tahu saja" hal ini disebabkan anggota masyarakat memilih dirinya sebagai sampel. Sementara itu berkaitan dengan wawancara dan publikasi, publikasi dilakukan waktu isu masih hangat dan sehabis pengumpulan data lewat wawancara selesai.
9. Apakah ada masalah non Attitude?
Masalah tidak berpendapat menjadi penting dalam pelaksanaan polling di Indonesia karena banyak masyarakat yang masih takut dalam menyampaikan pendapatnya. Litbang kompas pernah melakukan polling mengenai kehadiran Komite Independen Pemantau Pemilu. Salah satu item pertanyaan yang ditanyakan adalah, "apakah anda setuju dengan pembentukan KIPP? Distribusi jawaban yang muncul adalah setuju 49,9%, tidak setuju 5,9% dan tidak mau menjawab 7,6%tidak tahu 36,6%. Pemilu taun 1997 yang lalu pilih apa? PPP 1,7 %, golkar 18,5%, PDI 3,8% golput 2,2% , pikir-pikr 20,6% tidak mau menjawab 52,5%
Hasil polling di atas dapat dilihat bahwa lebih dari 50 % tidak mau menjawab ketika diwawancarai atau 43,2% responden tidak tahu dengan KIPP. Angka dalam polling itu harus ditafsirkan bahwa masyarakat dalam kondisi takut untuk berbicara mengenai persoalan-persoalan politik. Hal seperti inilah yang dikatakan masalah non attitude. Dengan adanya masalah non attitude seperti di atas polling tidak akan mampu mengungkap pendapat umum dengan baik, atau akan muncul angka-angka bias.
A. Kesimpulan
Polling merupakan metode yang cepat untuk mengukur pendapat umum, dengan menyebarkan kuisioner orang dapat mengumpulkan pendapat pribadi kemudian menampilkannya sebagai ekspresi pendapat umum. Merebaknya pemilik hp dan telepon menambah semakin meriahnya polling di berbagai media, namun di sisi lain ketidakstandaran penggunaan metodologi polling mengakibatkan munculnya polling palsu. Ada beberapa hal yang perlu masyarakat ketahui agar ketika membaca temuan polling tidak mudah terbuai dengan angka-angka polling antara lain dengan mencemati ;
a. Identitas Sponsor dan Penyelenggara polling
b. Rumusan pertanyaan yang diajukan
c. Populasi dan kerangka sampel yang dipakai untuk mengidentifikasi populasi
d. Prosedur pengambilan sampel
e. Presisi dari temuan polling (estimasi sampling error)
f. Infromasi apakah hasil didasarkan pada sebagian dari sampel ataukah sampel keseluruhan (populasi)
g. Metode, lokasi, dan waktu pengumpulan data
Sementara itu bagi penyelengggara polling dengan mencantumkan beberapa hal diatas akan membantu masyarakat memahami temuan polling dan menyebabkan polling yang diselenggarakannya dapat dipercaya oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djarwanto, Drs. 2001, Statistik Sosial Ekonomi, Yogyakarta, BPFE
2. Eriyanto, 1999, Metodologi Polling memberdayakan Suara rakyat, Bandung Rosda karya
3. Husain, Moh, 2004, Angka Palsu dan Quick Caunt, Suara meredeka, 11 Juli 2004
4. Lembaga Penerangan Pendidikan dan Penelitian Ekonomi Sosial Laporan, 2003, Survai Kandidat Presiden Menjelang Pemilu 2004, Jakarta, CESDA-LP3ES
5. Lembaga Penerangan Pendidikan dan Penelitian Ekonomi Sosial Laporan, 2003, Survai Kandidat Presiden Menjelang Pemilu 2004, Jakarta, CESDA-LP3ES
6. Qodari, Muhammad.2004, Melek "Polling" Pemilu, Kompas 19 Januari 2004
7. Samsul arifin, 2004, Moh. Membaca hasil "Polling" tentang Capres/cawapres, Pikiran rakyat 9 Juni 2004
8. Sugarda, Yanti ,. 2004, Polling Merupakan Alat Untuk Mendengar Suara Rakyat, www. Perspeektif baru. Net
9. Usman, Husaini & Akbar,Purnomo Setiady. 2001,. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara
10. Kompas, 27 maret 1996
11. Solopos, 12 Juli 2004
12. Editor, No 03/thn IV/10 Oktober 1992
13. Balairung, Edisi khusus/thn VIII/1994
LAPORAN PENELITIAN II
Metodologi Penelitian


PENGARUH PENGGUNAAN TELEPON SELULAR PADA ANAK USIA 6-11 TAHUN





Disusun oleh:

Bondan Samudro (1200000217)
Irvan Helmi (1200000527)
Mirta Amalia (1200000667)
Piki Pahlisa (1200000756)
Ratna Kirana (120000081Y)
Yudha Sanyoto (1200001132)




Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Indonesia
2003
DAFTAR ISI


DAFTAR ISI i
PERMASALAHAN 1
1. Research Question 1
2. Tujuan Penelitian 1
OPERASIONALISASI PENELITIAN 3
1. Metode Penelitian 3
2. Tahapan Penelitian 4
3. Subyek Penelitian 5
4. Alat Penelitian 7
REFERENSI 9



BAB I
PERMASALAHAN

1. Research Question
Teori behaviorisme menjelaskan bahwa perkembangan perilaku individu selalu mengikuti aturan stimulus – response. Stimulus dapat diartikan sebagai hal yang memicu individu untuk berbuat sesuatu, sedangkan response merupakan reaksi terhadap pemicu/stimulus yang membentuk perilaku. dari individu yang bersangkutan. Dalam melakukan penelitian, teori ini menekankan keobjektifan peneliti dalam melihat perilaku individu yang diamati (responden) yang mana datanya diperoleh dari hasil pengamatan terhadap perasaan, prasangka, selera, pikiran, pengalaman dan pendapat pribadi responden [MOR98]. Kami menjadikan kepemilikan telepon genggam sebagai stimulus dan perilaku anak setelah memiliki telepon genggam sebagai response-nya. Penelitian ini juga akan memperhatikan faktor kondisi/perilaku anak sebelum memiliki telepon genggam.
Dari penjelasan di atas, maka kami menentukan research question dari penelitian ini, yaitu:

Apa pengaruh yang ditimbulkan dari kepemilikan telepon selular pada perilaku anak usia 6 - 11 tahun?

2. Tujuan Penelitian
Perkembangan anak usia 6-11 tahun merupakan bahan pertimbangan kami dalam melaksanakan penelitian ini. Interval usia tersebut merupakan masa dimana seorang anak mengembangkan kemampuan/sifat berikut [ERK03]:
1. Menyusun, membuat dan menyelesaikan sesuatu
2. Menerima perintah/instruksi yang sistematis, seperti halnya pada pengenalan dasar-dasar teknologi
3. Sensitif terhadap sifat kurang percaya diri dan rendah diri terhadap kemampuan/apa yang dimiliki dan statusnya diantara teman-teman sebaya.
4. Menentukan sesuatu yang terkait dengan interaksi sosialnya
Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi perilaku anak usia 6 – 11 tahun setelah memiliki telepon genggam. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya perilaku di sini bersifat bebas dan bersifat unik bagi setiap anak. Sehingga apabila tujuan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian, maka akan terdiri dari :
a. Mencari pandangan yang objektif mengenai pengaruh pemakaian telepon selular pada objek penelitian yaitu anak-anak berusia 6-11 tahun
b. Menyelidiki pengaruh pemakaian telepon selular pada perilaku anak-anak, sikap dan reaksi mereka terhadap penggunaan teknologi dalam kehidupan mereka
c. Menyelidiki pengaruh pemakaian telepon selular pada sikap dan pola pergaulan dari anak-anak tersebut


BAB II
OPERASIONALISASI PENELITIAN

1. Metode Penelitian
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa penelitian kami adalah penelitian eksploratif, bukan deskriptif. Sebelum melakukan penelitian eksploratif ini, terlebih dahulu kami menentukan pendekatan metode penelitian seperti apa yang dibutuhkan. Metode penelitian dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu experiment, survey, field research, dan secondary research. Experiment merupakan pendekatan penelitian untuk menyelidiki sebab dari suatu fenomena dengan cara menciptakan dua kondisi yang yang berbeda pada satu objek yang sama, misal menyelidiki apakah penggunaan internet mempengaruhi kinerja seseorang dengan menciptakan dua kondisi yaitu kondisi orang yang bekerja dengan internet dan yang bekerja tanpa internet. Survey merupakan pendekatan penelitian untuk mencari fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dari suatu grup populasi, dengan menggunakan alat seperti kuisioner atau wawancara. Field research merupakan metode penelitian untuk memperoleh informasi dan pengetahuan dari suatu objek secara langsung tanpa perantara, misal meneliti kehidupan suku badui di pedalaman dibandingkan dengan badui yang tinggal di daerah kota dengan cara terjun ke lapangan (seperti tinggal dengan orang badui di pedalaman untuk satu waktu tertentu sambil meneliti kehidupan mereka). Pendekatan yang keempat adalah secondary research, yaitu pendekatan penelitian dengan menggunakan data-data yang sudah ada seperti dokumen tertulis, lukisan, dsb.
Dari keempat definisi yang telah dijelaskan tersebut, kami lebih memilih menggunakan pendekatan survey. Kami mempunyai beberapa alasan, antara lain:
a. Kami ingin melakukan eksplorasi pengaruh yang ditimbulkan dari pemakaian telepon selular terhadap perilaku suatu populasi, yaitu populasi anak berusia 6-11 tahun.
b. Kami lebih fokus satu kondisi, yaitu kondisi anak-anak 6-11 tahun yang menggunakan telepon selular.
c. Untuk memperoleh data-data tidak membutuhkan waktu yang yang lama (tidak seperti field research).
d. Murah, karena untuk penelitian ini kami menggunakan wawancara dan untuk melakukan wawancara tidak membutuhkan alat bantu yang banyak dan mahal, cukup dengan menggunakan kertas.

2. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Penentuan Topik Penelitian.
2. Studi Literatur
Pada tahapan ini dilakukan penelaahan literatur berdasarkan topik yang telah ditentukan untuk mendapatkan landasan teori bagi penelitian yang akan dilakukan. Selain itu juga dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini dari topik penelitian.
3. Formulasi Masalah
Pada tahapan ini dilakukan identifikasi:
 Permasalahan penelitian yang bertujuan untuk meletakkan dasar dalam melakukan penelitian.
 Ruang lingkup penelitian yang bertujuan untuk mentransformasikan topik penelitian ke dalam sesuatu yang bisa dikelola, disesuaikan dengan kemampuan dan batasan-batasan sumber daya yang ada.
 Pertanyaan penelitian yaitu permasalahan penelitian yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan.
 Tujuan penelitian adalah apa yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan.
4. Perancangan Penelitian
Tahapan ini dilakukan sebagai perencanaan untuk mendapatkan kesimpulan dari pertanyaan penelitian yang telah dibuat.
Pada tahapan ini dilakukan:
 Penentuan metode penelitian.
 Penentuan subyek penelitian yang meliputi unit of analysis, populasi, sampel, serta variabel-variabel yang mempengaruhi penelitian.
 Penentuan sampling frame, yaitu cara pengambilan sampel dari populasi yang telah ditentukan, serta teknik sampling yang digunakan.
 Terakhir adalah menentukan metode pengumpulan data serta alat yang akan digunakan dalam pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sesuai sehingga dapat memenuhi tujuan penelitian.
5. Pengumpulan Data
Pada tahapan ini dilakukan pengambilan data dari sampel yang telah ditentukan dengan menggunakan alat penelitian yang telah ditentukan, serta administrasi data sehingga mudah untuk dianalisa.
6. Analisa Data
Pada tahapan ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dan diolah untuk menjawab pertanyaan penelitian dan memenuhi tujuan penelitian.
7. Kesimpulan
Dari hasil analisa data yang telah dilakukan dalam tahapan sebelumnya, diambil kesimpulan yang bersifat explarotary untuk menjawab pertanyaan penelitian.

3. Subyek Penelitian
Subyek penelitian, yang meliputi unit analisis, populasi, sampel, variabel penelitian, sampling frame serta teknik sampling, dalam penelitian ini adalah:
a. Unit Analisis
Unit analisis adalah suatu unit atau entitas yang hendak diteliti atau dianalisa. Pada penelitian kami, unit analisis yang ditentukan adalah individu anak. Secara khusus, individu anak yang akan diteliti adalah berusia 6 – 11 tahun yang telah memilik telepon selular. Kami akan meneliti masing-masing individu anak sehubungan dengan kepemilikan telepon selular.
b. Populasi
Populasi adalah sekumpulan unit analisis yang menjadi subyek penelitian. Populasi pada penelitian kami adalah anak usia 6 – 11 tahun yang telah menggunakan telepon selular.
c. Sampel
Dalam penelitian ini, salah satu variabel yang digunakan adalah sekolah anak. Kami akan mengambil sampel dari 5 sekolah dasar di Jabotabek, masing-masing sebanyak 2 anak. Dengan sampel anak-anak yang berasal dari sekolah yang berbeda, kami mengharapkan akan dapat menganalisa pengaruh lingkungan sekolah dengan kepemilikan telepon selular pada anak.

d. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu entitas yang dapat memiliki nilai yang berbeda. Terdapat beberapa macam variabel, yaitu dependent variables, independent variables, antecedent variables, intervening variables, controlled variables, uncontrolled variables, qualitative variables, serta quantitative variables.
Pada penelitian kami, variabel-variabel yang kami tentukan antara lain :
1. Dependent variable : perilaku anak (behaviorism).
2. Independent variable : kepemilikan telepon selular.
3. Controlled variable : asal sekolah anak.
e. Sampling Frame
Sampling Frame adalah cara mengambil sampel dari populasi yang telah ditentukan di atas. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan sampling frame adalah :
• mendaftar semua kasus atau item.
• menentukan suatu aturan untuk diterapkan pada masing-masing kasus atau item.
• masing-masing kasus dihadapkan pada aturan tersebut untuk menentukan masuk atau tidaknya kasus atau item tersebut dalam sampel penelitian.
Pada penelitian ini kami akan menerapkan langkah-langkah tersebut sebagai berikut :
• kasus-kasus yang ada dalam populasi penelitian kami adalah semua anak usia 6 - 11 tahun.
• aturan yang akan kami terapkan dalam menentukan sampling frame ini adalah anak usia 6 – 11 tahun dan memiliki telepon selular.
• aturan yang ada kemudian diterapkan pada semua kasus penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa yang masuk ke dalam sampling frame kami anak usia 6 – 11 tahun yang memiliki telepon selular. Sebaliknya, untuk kasus anak usia 6 – 11 tahun yang tidak memiliki telepon selular tidak masuk ke dalam sampling frame ini.

f. Teknik Sampling
Terdapat dua macam teknik sampling, yaitu Probability Sampling dan Non-Probability Sampling. Pada penelitian ini kami menggunakan Non-Probability Sampling. Non-Probability Sampling adalah pemilihan sampel yang tidak dilakukan secara acak. Kami memilih untuk menggunakan Nonprobability Sampling karena teknik ini cocok digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif seperti penelitian kami.
Jenis Nonprobability Sampling yang akan kami gunakan adalah Quota Sampling. Dan kami memilih untuk menggunakan Quota Sampling karena dalam penelitian ini kami akan membagi sampel yang kami butuhkan menjadi beberapa kelompok, yaitu berdasarkan sekolah anak.

4. Alat Penelitian
Pemilihan alat penelitian sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik responden. Untuk itu harus diketahui terlebih dahulu karakteristik responden. Dari segi umur yaitu 6 – 11 tahun, responden dinilai masih anak-anak. Sehingga dari pengetahuan ini kami mengambil beberapa asumsi, yaitu:
• Responden sulit untuk berkonsentrasi terhadap formulir
• Responden membutuhkan penjelasan terhadap setiap pertanyaan
• Responden memerlukan stimulus dari pewawancara untuk memberi tanggapan dan tetap berkonsentrasi
Dengan pertimbangan beberapa asumsi diatas, metode penelitian survei dengan wawancara dinilai paling sesuai. Wawancara akan dilakukan secara tatap muka yang mempunyai beberapa keuntungan yaitu pewawancara dapat meningkatkan tingkat kerjasama serta memungkinkan responden mendapat klarifikasi secepatnya [WAK00]. Untuk membangun ketertarikan responden untuk melakukan wawancara, adanya insentif dirasakan perlu.
Wawancara yang dilakukan bersifat semistructure, dimana pewawancara memiliki pedoman dalam melakukan wawancara. Namun, pewawancara tidak membatasi pilihan jawaban dan tidak mendeskripsikan jenis jawaban. Wawancara akan dilakukan dengan open-ended question, hal ini kami lakukan karena sifat dari penelitian yang eksploratif sehingga diharapkan memperoleh penjelasan yang sebanyak-banyaknya.
Untuk mendukung wawancara ini diperlukan alat perekam (merekam wawancara), alat tulis serta alas tulis untuk mencatat beberapa hal penting pada waktu wawancara terjadi.
REFERENSI



[WAK00] Waksberg, J. (2000) What Is a Survey? American Statistical Association. Retrieved November 12, 2003 Web Site : http://www.amstat.org/sections/srms/whatsurvey.html

[ERK03] Erikson, E. (2003). Child Development: Erikson's Latency Stage Retrieved November 12, 2003. Web Site : http://www.childstudy.net/late-erk.html

[MOR98] Moore, J. (1998). Behaviorism Tutorial Part 2: The First Phase of the Behavioral Revolution: Classical S-R Behaviorism. Retrieved November 12, 2003. Web Site : http://psych.athabascau.ca/html/Behaviorism/Part1/sec2.shtm














1 komentar:

Hani mengatakan...

Komentar kami dalam Bab I:

Tidak setuju karena, anak usia 6-11 th itu masih memerlukan pengawasan ortu secara langsung & di era sekarang ini banyak situs 2x yang belum pantas di ketahui anak usia 6-11th, misal"situs porno grafi" & game-game yang membuat anak 2x malas untuk belajar.

Komentar dari :Hani&karlin
angkatan :XVI